Kamis, 08 November 2012

Pilkada dan Sebuah Harapan



Banyak orang yang tak percaya dengan perubahan melalui kotak suara. Terlebih, pada berbagai ajang pemilihan, dari pemilihan kepala desa, pemilihan bupati, pemilihan gubernur, pemilihan anggota DPRD hingga pemilihan presiden. Kandidat-kandidat yang disediakan itu-itu saja dan sebagian besar telah dan pernah menjadi pemimpin di daerah, baik itu mantan bupati atau mantan birokrasi yang track record-nya biasa biasa saja. Jadi wajar angka golput dalam setiap momentum pilkada selalau tinggi.

Kamis, 20 September 2012, Kalimantan Barat akan menggelar pilkada. Ini momentum sangat penting bagi semua pihak. Bagi masyarakat Kalimantan Barat, momentum pilkada membuka harapan baru. Karena kita diberi kesempatan memilih 4 pasang kandidat. Konfigurasi politiknya tidak beragam semua didukung oleh partai politik.

Empat kandidat memang diharapkan. Dengan begitu, ada banyak gagasan yang bisa dipertarungkan. Sebab, seperti diketahui, Kalbar juga memendam begitu banyak persoalan: kemiskinan, pengangguran, layanan publik yang buruk, kemacetan, kekerasan, diskriminasi, infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat perbatasan dan lain-lain.

upaya pilkada Kalbar bisa menjadi arena pertarungan gagasan dan program, dan agar rakyat tidak terjebak pada janji-janji palsu, maka harus memperjuangkan beberapa hal berikut : Pertama, pilkada harus dijalankan secara jurdil dan demokratis. Untuk itu, pilkada harus dipastikan jauh dari politik uang, kecurangan (mark-up DPT, mobilisasi birokrasi, manipulasi suara), bebas dari tekanan dan intimidasi, dan persekongkolan para penyelenggara pilkada. Seluruh masyarakat di Kalbar harus dipastikan hak politiknya terpenuhi. Oleh karena itu, tidak dibenarkan ada penghilangan hak politik rakyat karena alasan-alasan administrasi kependudukan.

Kedua, rakyat harus memilih kandidat yang sesuai suara hati nurani masing-masing. Sebab, seperti kita ketahui, sebagian besar persoalan di Kalbar tidak bisa dilepaskan dari problem kemiskinan infrastruktur dan pengangguran IPM (Indek Pembangunan Manusia) yang rendah. Masyarakat Kalbar perlu memeriksa sikap-sikap politik kandidat terhadap sejumlah isu: bagaimana sikap si kandidat terkait pengelolaan kekayaan alam Kalbar? Bagaimana sikapnya terhadap pasar rakyat atau pasar tradisional? Bagaimana sikapnya terhadap industri menengah dan kecil? Bagaimana sikapnya tentang pemenuhan hak dasar (tugas negara) bagaimana sikapnya terhadap derah pedalaman dan perbatasan? Bagaimana sikapnya terhadap pendidikan dan IPM Kalbar? dan masih banyak lagi pertanyaan lainnya.

Ketiga, rakyat harus memilih kandidat yang punya keinginan mempraktekkan bentuk politik yang berbeda. Di sini, “politik berbeda” artinya meninggalkan atau keluar dari gaya berpolitik tradisional yang korup, elitis, formalistik, super-mewah, dan klientalistik. Kita butuh pemimpin yang sederhana dan tidak berjarak dengan masyarakat. Dan, yang lebih penting, kita butuh pemimpin yang menempatkan rakyat sebagai “protagonis” dalam pemajuan Kalimantan Barat. Pemimpin yang menarik partisipasi politik rakyat untuk terlibat dalam berbagai perumusan kebijakan pembangunan Kalimantan Barat/kabupaten dan kota.

Keempat, pilihlah kandidat yang punya cita-cita politik untuk ‘mengistimewakan kita (rakyat)’. Prioritas mereka adalah mengangkat orang atau sektor-sektor sosial yang dulunya ditinggalkan dan dipinggirkan. Meskipun, tentu saja, tidak meninggalkan keprihatinan terhadap warga secara keseluruhan.Kelima, untuk memperjuangkan Kalimantan Barat baru, harus diyakini bahwa hal itu tidak cukup dengan “ganti sopir”. Kita tidak mungkin menggunakan kendaraan yang sama yang pernah dipergunakan. Untuk itu, perjuangan menuju Kalimantan Barat baru memerlukan kendaraan baru pula. Jika kendaraan sebelumnya hanya ditumpangi segelintir elit dan kaum kaya, maka kendaraan baru ini haruslah menampung kita sebagai pemberi amanah.

Momentum pilkada tidak bisa dilewatkan. Gunakan hak politik Anda sebaik-baiknya dan pastikan tertuju pada kandidat yang tepat. Jangan pilih yang sudah kadaluarsa dan terbukti gagal. Tapi, jika Anda tidak punya pilihan, maka Anda harus mengorganisir diri dan komunitas kita untuk memperjuangkan perubahan lewat jalur lain. Jangan hanya mengutuki keadaan, tetapi bertindaklah. Dan mari kita sukseskan pemilihan kepala daerah 20 September 2012. Semoga.         
                                                                                                                                 by : Sumadi Mahesa

Sejarah Singkat HMKR

PROFIL SINGKAT HMKR
HMKR adalah organisasi mahasiswa daerah kabupaten Kubu Raya kepanjangan dari Himpunan Mahasiswa Kubu Raya yang dideklarasikan pendiriannya pada tanggal 21 Januari 2006 di Pontianak. Dan selanjutnya dikukuhkan berdirinya dalam Forum Musyawarah Besar I (Satu) Himpunan Mahasiswa Kubu Raya pada tanggal 25 November 2006 yang diadakan digedung ULKI Pontianak. Gagasan ini muncul awalnya dari beberapa kalangan mahasiswa yang memiliki kesamaan visi maupun pandangan dalam melihat beberapa persoalan didaerah. Selain itu juga berangkat dari sebuah kesadaran atas minimnya partisipasi mahasiswa yang berasal dari daerah untuk peduli dengan kemajuan daerahnya terutama dalam memperjuangkan terbentuknya Kabupaten Kubu Raya, jika pun ada ternyata masih bergerak sendiri-sendiri.
Pada tahun 2005 gejolak masyarakat wilayah pantai selatan Kabupaten Pontianak untuk memekarkan diri menjadi Kabupaten yang sekarang telah terbentuk yaitu Kabupaten Kubu Raya begitu kencang. Melalui Forum Desa dan Team Pemekaran bersama-sama masyarakat bahu membahu bersatu untuk menyuarakan pemekaran wilayah. Namun anehnya belum ada satu pun yang mengatas namakan mahasiswa pantai selatan yang menyuarakan hal yang sama guna sama-sama mendorong atas terbentuknya Kabupaten Kubu Raya. Sehingga melalui semangat ingin berbuat untuk daerah, HMKR berani memunculkan diri dengan membuat sebuah wadah yang pada awalnya diberi nama Forum Mahasiswa Pantai Selatan. Namun dalam beberapa kali diskusi yang dilakukan dan berdasarkan hasil dari upaya konsolidasi dengan mahasiswa pantai selatan lainnya maka kesimpulan yang diambil ternyata nama pantai selatan belum begitu populer dikalangan mahasiswa sehingga nama tersebut diubah menjadi Forum Mahasiswa Kubu Raya (FMKR) dengan pertimbangan bahwa nama Kubu Raya sudah saatnya dimunculkan dikalangan mahasiswa pantai selatan. Upaya-upaya konsolidasi terus dilakukan semua mahasiswa bergerak dari kampus ke kampus, dan untuk memperkuat komitmen kawan-kawan mahasiswa untuk sama-sama bergerak maka diskusi-diskusi kecil juga dilakukan, sampailah pertemuan secara formil dengan menghadirkan team pemekaran ditengah-tengah mahasiswa pada waktu itu yaitu di kampus STKIP Pontianak.
Semakin masifnya upaya konsolidasi yang dilakukan oleh mahasiswa dari pantai selatan ternyata tidak begitu baik disambut oleh kawan-kawan yang sudah terlanjur bergabung dengan wadah mahasiswa kabupaten induk pada waktu itu, masalahpun  kerap muncul ketika kawan-kawan mahasiswa pantai selatan ingin mendeklarasikan secara formil dengan mengadakan Mubes I, upaya kawan-kawan untuk meminta dukungan dari pemerintah Kabupaten Induk ditolak mentah-mentah, dan dikalangan organisasi mahasiswa kabupaten induk juga memiliki pandangan yang sama dengan pandangan dari pemerintah Kabupaten Induk. terbukti setelah rencana tersebut terhembus keluar maka mau tidak mau kita harus surut kembali untuk melakukan proses negosiasi karena dengan alasan untuk menghindarkan perpecahan dikalangan mahasiswa pantai selatan pada waktu itu. Kesepakatan yang dibuat adalah bahwa wadah mahasiswa pantai selatan (kubu raya) sepakat dibentuk namun tetap dibawah naungan organisasi mahasiswa kabupaten induk.
Kesepakatan tersebut sempat berjalan beberapa waktu namun kenyataan yang terjadi bahwa dari beberapa kali pertemuan hampir tidak ada keseriusan dari mahasiswa untuk benar-benar membentuk organisasi mahasiswa pantai selatan. Sehingga upaya yang dilakukan oleh mahasiswa pantai selatan sebelumnya sempat mandek (vakum), namun dalam kevakuman inilah kawan-kawan tetap bergerak membangun konsolidasi sehingga rencana akan mengadakan Mubes I tetap dilaksanakan, dan nama Forum Mahasiswa Kubu Raya (FMKR) berubah menjadi Himpunan Mahasiswa Kubu Raya (HMKR) dengan beberapa alasan setelah mendengar dari masukan Ketua Forum Desa bahwa nama HMKR harus dirubah dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Kubu Raya belum disahkan maka nama HMKR berubah kembali menjadi Himpunan Mahasiswa Calon Kubu Raya (HMCKR).
Setelah HMCKR dibentuk secara resmi dan didukung penuh oleh Forum Desa dan Tim Pemekaran, maka peran HMCKR terus ditingkatkan dalam rangka turut mendorong percepatan pemekaran Kabupaten Kubu Raya, kegiatan demi kegiatan terus dilakukan, bahkan beberapa pertemuan penting menjelang detik-detik akhir pengesahan Kabupaten Definitif HMCKR juga ikut dalam memberikan perannya selaku organisasi mahasiswa pantai selatan. Sehingga tepat tanggal 17 Juli 2007 perwakilan HMCKR ikut menyaksikan langsung disenayan, buah hasil dari keringat maupun pikiran dari perjuangan seluruh masyarakat Kubu Raya, Kabupaten Kubu Raya di sahkan sebagai Kabupaten Definitif yang memisahkan diri dari Kabupaten Induk.
Nama HMCKR berdasarkan keputusan Mubes I berubah dengan sendirinya menjadi HMKR ketika Kabupaten Kubu Raya telah definitive menjadi kabupaten baru.
Hadirnya HMKR dalam rangka menumbuhkan sikap nasionalisme kedaerahan sehingga peran mahasiswa tidak hanya semata-mata berorientasi pada kuliah, namun ada peran strategis yang membuat eksistensi mahasiswa dapat memberikan kontribusi positif bagi daerahnya.
Untuk mempermudah jalannya organisasi maka HMKR harus mampu menempatkan perannya di masyarakat. Oleh karena itu maka HMKR harus merupakan organisasi yang betul-betul independent sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Anggaran Dasar (AD) HMKR Pasal 6 bahwa HMKR bersifat independent. Sikap independensi HMKR bukan berarti harus menutup diri untuk bekerjasama dengan pihak manapun. Namun makna independensi disini adalah indepedensi etis berarti HMKR  memiliki sikap kecendrungan kepada kebenaran dan independensi organisatoris bermakna bahwa HMKR tidak melibatkan dirinya dalam segala bentuk kepentingan politik praktis. jadi apapun yang dilakukan oleh HMKR dalam kerja-kerja organisasinya tidak terlepas dengan sikap independensinya.
Sikap independensi adalah harga mati yang tidak bias ditawar demi tercapainya tujuan dari dibentuknya HMKR itu sendiri yaitu sesuai dengan Pasal 4 Anggaran Dasar (AD) HMKR yaitu membentuk mahasiswa yang memilikikemampuan akademis, kreatif, inovatif yang memiliki kepedualian social demi kepentingan ummat dan bangsa agar terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur yang di Rahmati oleh Tuhan Yang Maha Esa. Agar tujuan tersebut bisa tercapai maka dijabarkan didalam kerja-kerja organisasi sesuai dengan pasal 5 Anggaran Dasar (AD) HMKR yang mengatur tentang usaha-usaha organisasi yaitu :
a. Membina kepribadian mahasiswa yang berakhlak dan berbudaya
b. Mengembangkan potensi kreatifitas keilmuan
c. Mempelopori pengembangan potensi kedaerahan
d. Memajukan kehidupan umat yang beradab dan beretika dengan mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
e. Berperan aktif dalam memajukan dan mengawasi (fungsi control) terhadap pembangunan kedaerahan
f.  Usaha-usaha lain yang sesuai dengan identitas dan azas organisasi yang berguna demi mencapai tujuan organisasi
HMKR hadar tidak terlepas hanya semata-mata ingin menyerap segala keinginan mahasiswa daerah yang belum terakomodir dan yang memiliki kesamaan visi dalam menyikapi berbagai persoalan daerah. Selain itu juga keinginan bersama untuk mendorong percepatan pemekaran wilayah menjadikan mahasiswa mendapatkan tempat untuk bersama-sama berperan aktif untuk andil dalam segala proses yang dilakukan.
Kerja-kerja organisasi HMKR adalah kerja social oriented karena berangkat dari sebuah keyakinan bahwa setiap mahasiswa Kubu Raya punya keinginan yang sama untuk memajukan daerahnya dan melakukan yang terbaik bagi daerahnya.
HMKR berupaya dengan segenap kemampuan nya untuk tetap komitmen melakukan segala bentuk kegiatan yang memberikan kontribusi bagi kemajuan daerah. Bentuk komitmen tersebut tentunya sedikit banyak telah diwujudkan dengan andilnya HMKR dalam beberapa kali momen penting dan bersejarah yang menghantarkan KKR menjadi kabupaten defenitif, selain itu juga beberapa personan yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah, persoalan pembangunan, lingkungan dan lain sebagainya tidak terlepas dari perhatian HMKR. Itu adalah sebuah bentuk kesadaran dan ia lahir bukan karena dorongan politik dari kelompok-kelompok tertentu Namur kesadaran tersebut adalah sebuah panggilan nuranibagi mahasiswa daerah yang merasa bertanggungjawab atas kemajuan daerahnya.
HMKR muncul karena atas kesadaran diatas kesederhanaan bukan karena fasilitas atau dorongan dari kelompok manapun, oleh karenanya tidak jarang HMKR di uji dengan tawaran fasilitas dan kemewahan namun semuanya bisa ditolak secara halus tanpa menciderai maksud baik dari kelompok-kelompok kepentingan tersebut. Selain itu juga ujian yang tak cala berat adalah ketika upaya-upaya pencekalan terjadi baik dari pemerintah kabupaten induk sampailah dikalangan mahasiswa sendiri sampailah pada isu-isu yang sempat memerahkan telinga ketika HMKR disukan sebagai organ taktis yang berafiliasi dengan kelompok-kelompok tertentu, namun itu semua dapat ditepis dengan jalan menjadikan sikap independensi sebagai satu-satunya dasar perjuangan dan akan tetap dipertahankan sampai kapanpun. Sehingga tidak jarang juga HMKR harus mati suri guna menghindari segala bentuk kepentingan yang ingin mengambil manfaat atas segala tindak tanduk HMKR.